Senin, 26 November 2012

MENGAPA HARUS OUTSOURCING?

 Rabu lalu (3/10), ratusan ribu buruh menggelar aksi unjuk rasa di berbagai daerah. Mereka menuntut penghapusan sistem kerja outsourcing(alih daya), menolak upah murah, dan meminta jaminan sosial bagi pekerja. Di Bekasi,Jawa Barat,unjuk rasa buruh mengakibatkan tujuh kawasan industri lumpuh. Sejumlah pabrik yang beroperasi di daerah tersebut tidak bisa melakukan aktivitasnya karena karyawan mereka bergabung dalam aksi.


Selain itu, demonstran melakukan aksi sweeping pekerja lain untuk memaksa mereka mendukung demonstrasi. Merespons aksi unjuk rasa itu,Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) meminta waktu transisi setahun untuk penerapan regulasi baru tentang outsourcing. Menakertrans Muhaimin Iskandar berharap para pekerja bersabar dan pengusaha harus cepat beradaptasi mengacu pada peraturan perundangan yang baru.
Dia menjelaskan, semua pelaksanaan outsourcing harus mengacu pada UU No 13/2003 di mana outsourcing hanyalah untuk pekerja tambahan, sedangkan posisi pekerjaan pokok atau inti tidak boleh dialihdayakan. Pekerja yang dilegalkan untuk dialih daya hanya menyangkut petugas kebersihan, keamanan, transportasi, katering, serta pekerjaan penunjang di pertambangan.
Bila merujuk pada Undang Undang no. 13 Tahun 2003 tenting ketenagakerjaan, Outsourcing  (Alih Daya) dikenal sebagai penyediaan jasa tenaga kerja seperti yang diatur pada pasal 64, 65 dan 66. Dalam dunia Psikologi Industri, tercatat karyawan outsourcing adalah karyawan kontrak yang dipasok dari sebuah perusahaan penyedia jasa tenaga outsourcing. Awalnya, perusahaan outsourcing menyediakan jenis pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan bisnis inti perusahaan (core business) dan tidak mempedulikan jenjang karier. Seperti operator telepon, call centre, petugas satpam dan cleaning service. Namun saat ini, penggunaan outsourcing semakin meluas ke berbagai lini kegiatan perusahaan.
Meski menguntungkan perusahaan, namun sistem ini merugikan untuk karyawan outsourcing. Selain tak ada jenjang karier, terkadang gaji mereka dipotong oleh perusahaan induk. Bayangkan, presentase potongan gaji ini bisa mencapai 30 persen, sebagai jasa bagi perusahaan outsourcing (vendor). Celakanya, tidak semua karyawan outsourcing mengetahui berapa besar potongan gaji yang diambil oleh perusahaan outsourcing atas jasanya memberi pekerjaan di perusahaan lain itu.
Sudah bukan merupakan rahasia lagi kalau kebanyakan perbankan di Indonesia baik BUMN ataupun Swasta maupun bank asing lebih banyak mempekerjakan pegawai kontrak atau outsourcing dibandingkan mengangkat pegawai tetap. Selain mengurangi pengeluaran karena gaji mereka tidak sebesar pegawai tetap mereka juga diberikan beban kerja yang sama dengan pegawai tetap. Kebanyakan outsorcing diperbankan dipekerjakan sebagai sales (kartu kredit atau Kredit Tanpa Agunan) atau pun petugas administrasi. Dimana beban kerja sangat besar dan dituntut target tinggi. Tidak sedikit data nasabah yang dimiliki diperjual belikan dan disalah gunakan. Yang nantinya bisa memberikan resiko, baik resiko reputasi dan resiko kredit kepada bank yang mempekerjakan pegawai outsourcing.
Selain itu juga perbedaan gaji yang mencolok antara pegawai tetap dan outsourcing bisa menimbulkan kecemburuan yang berdampak kepada kinerja pegawai yang menurun. Pada saat beban pekerjaan yang sama tetapi gaji atau penghasilan mereka berbeda.
Jika fenomena outsourcing ini terus berlanjut atau bahkan kebanyak pegawai perbankan merupakan pegawai outsourcing akan kah hal tersebut berdampak kepada kinerja perbankan itu sendiri?
Akan kah masalah tenaga kerja (pengangguran) Indonesia bisa teratasi dengan solusi outsourcing pegawai? Atau malah system tenaga kerja outsourcing merupakan masalah terpendam yang suatu saat bisa merusak semua tatanan kepegawaian khususnya perbankan? We’ll see.
Outsourcing menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan khususnya bagi tenaga kerja. Oleh sebab itu terdapat pro dan kontra terhadap penggunaan outsourcing, mungkin dapat saya jabarkan seperti ini :
 PRO OUTSOURCING DAN KONTRA OUTSOURCING   
-    Business owner bisa fokus pada core business.
-    Cost reduction.
-    Biaya investasi berubah menjadi biaya belanja.
-    Tidak lagi dipusingkan dengan oleh turn over tenaga kerja.
-    Bagian dari moderenisasi dunia usaha.
    -    Ketidakpastian status ketenagakerjaan dan ancaman PHK bagi tenaga kerja.
-    Perbedaan perlakuan Compensation and Benefit antara karyawan internal dengan karyawan outsource.
-    Career Path di outsourcing seringkali kurang terencana dan terarah.
-    Perusahaan pengguna jasa sangat mungkin memutuskan hubungan kerjasama dengan outsourcing provider dan mengakibatkan ketidakjelasan status kerja buruh.  Eksploitasi manusia.   
Untuk mengantisipasi kontra yang terjadi dalam penggunaan outsourcing, maka pemerintah membuat Undang-undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Bab IX tentang Hubungan Kerja, yang didalamnya terdapat pasal-pasal yang terkait langsung dengan outsourcing  yakni Pasal 50 – 55, Perjanjian Kerja, Pasal  56 – 59, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Berdasarkan hasil survei dilakukan Divisi Riset PPM Manajemen, Agustus 2009, menggunakan kuesioner dengan convinience sampling kepada 44 perusahaan, diketahui bahwa 73% perusahaan menggunakan tenaga outsourcing dalam kegiatan operasionalnya, sedangkan sisanya yaitu 27% tidak menggunakan tenaga outsourcing.
Dalam survei ini ingin diketahui sampai sejauh mana penerapan Outsourcing di perusahaan, jenis pekerjaan seperti apa yang banyak menggunakan tenaga outsourcing, apakah penggunaan tenaga outsourcing dinilai efektif oleh perusahaan?
Tidak semua perusahaan berhasil menerapkan sistem outsourcing. Intinya adalah harus adanya kerjasama dan komitmen yang jelas antara kedua belah pihak agar outsourcing dapat berjalan sebagaimana harapan yang keseluruhan perjanjian kerjasama tersebut dinyatakan secara jelas dan terperinci di dalam kontrak outsourcing.
Untuk dapat lebih efektif disarankan adanya indikator-indikator penerapan sistem outsourcing, seperti :
1.    Komunikasi dua arah antara perusahaan dengan provider jasa outsource (Service Level Agreement) akan kerjasama, perubahan atau permasalahan yang terjadi.
2.    Tenaga outsourcing telah di training terlebih dahulu agar memiliki kemampuan/ketrampilan.
3.    Memperhatikan hak dan kewajiban baik pengguna outsourcing maupun tenaga kerja yang ditulis secara detail dan mengingformasikan apa yang menjadi hak-haknya.
4.    Sedangkan yang menyebabkan outsourcing menjadi tidak efektif adalah karena kurangnya knowledge, skill dan attitude (K.S.A) dari tenaga outsourcing.
Dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya Asri Wijayanti SH MH mengatakan, “perjanjian kerja outsourcing merupakan perjanjian kerja tanggung-menanggung. Akibatnya, hubungan kerja yang terjadi juga tanggung-menanggung. Agar tidak menimbulkan masalah, solusinya bisa dilakukan dengan meninjau kembali rumusan pengaturan outsourcing”
Sementara Menakertrans Muhaimin Iskandar usai expo bursa naker di Surabaya, mengatakan bahwa Pemerintah akan menghapus sistem tenaga kerja outsourcing secara bertahap melalui berbagai kebijakan yang akan dikeluarkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi “Saya sendiri akan mengeluarkan Peraturan Menteri untuk membatasi outsourcing. Pertama diperkecil dulu jumlahnya, lalu pada akhirnya ditiadakan”.
Untuk menangani outsourcing, pihak Depnakertrans akan memulai mengurai masalah pada perusahaan outsourcing dulu dengan membatasi bidang kerjanya, melengkapi sarananya, dan memberikan jaminan sosial “Kami akan terus-menerus melakukan verifikasi sehingga perusahaan outsourcing harus mampu menjadikan tenaga kerja outsourcing menjadi tenaga kerja resmi dan memiliki masa depan yang jelas serta tidak memiliki masa kerja yang terbatas .

SUMBER :http://ferisugiyanto.blogspot.com/2012/10/mengapa-harus-outsourcing.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar